Aku Mengenal Dunia
Bukti cinta dan kasih sayang dari Ayahku bernama Marali Bin Mahyan dan Ibuku bernama Wadi’ah Binti Malik, tepat pada 15 Januari 1986 Aku terlahir ke dunia. Desa Bekut adalah desa kelahiranku. Desa ini merupakan salah satu desa dari kecamatan Tebas di kabupaten Sambas propinsi Kalimantan Barat. Desa yang masih hijau dan permai itu adalah tempat pertama kali aku membuka mata, mengenal lingkungan, orang terdekat, tempatku bermain dan bercanda dengan teman-teman kecilku.
Aku adalah anak ke dua dari tiga bersaudara, kakakku bernama Mawar, Aku bernama Satria, dan adikku bernama Firdaus. Dalam tradisi keluarga kami selaku suku Melayu Sambas, ada sebutan, gelar (base:dialek masyarakat setempat) tertentu untuk setiap saudara sesuai urutan masing-masing. Untuk anak sulung (anak pertama, tertua) disapa dengan sebutan Along/Long seperti kakakku Long Mawar. Sedangkan untuk anak kedua disapa dengan sebutan Angah/Ngah yakni diriku sendiri Ngah Satria. Sementara adikku sebagai anak yang ketiga ada dua panggilan yaitu bisa disapa Ussu (anak Bungsu) atau Udde. Setelah ketiga sapaan tersebut, ada sapaan lain yang biasa menjadi tradisi orang melayu Sambas pada umumnya jika jumlah saudara melebihi tiga orang, seperti Acci', Utteh, Unning, Ittam, Andah, Anjang, Ammo', dan Udda'. Mengenang Masa kecilku
Ibuku melahirkanku tidak di Rumah Sakit, atau klinik persalinan. Aku dilahirkan di rumah nenekku (Ibu dari Ayahku). Semasa masih bayi, sesaat setelah Aku lahir, Bidan kampung (orang menyebutnya: dukun beranak) menemukan keanehan/keganjilan pada diriku. Kulit mukaku berwarna hiam pekat, hanya sedikit yang kelihatan warna kulitku pada bagian ujung hidung dan ujung daguku (kesaksian dari nenekku). Peristiwa ini biasa disebut oleh masyarakat setempat sebagai rau /iddap (istilah orang-orang tua yang diyakini sebagai mitos akibat suatu peristiwa hukum alam). Sebab, saat aku masih di dalam kandungan Ibuku, pada suatu malam yang gelap gulita tanpa bintang dan bulan, saat itu Ibuku tidak mengetahui peristiwa alam sedang terjadi, yakni gerhana bulan. Merasa mengantuk berat, Ibu mengusap-usap mukanya dengan kedua telapak tangannya dengan maksud rasa kantuk dapat berkurang. Memang tampak tidak logis hubungan peristiwa alam itu dengan Ibu yang sedang hamil. Tapi, inilah kenyataannya.Sepertinya ada sisi lain di alam dunia ini yang sebagian besar belum diketahui oleh manusia. Dan itu akan menjadi misteri selama kita tidak berusaha mencari dan menguaknya berdasarkan pendekatan ilmu yang dibenarkan agama.
Jasa Nenekku
Nenekku (Ibu dari Ayahku) bernama Jarmiah kasihan melihat cucunya seperti itu. Nenek teringat petuah/pesan (bahasa setempat : petue) dari orang-orang tua terdahulu, rau adalah semacam sumpahan dari roh-roh jahat kepada umat manusia. Jadi, rau akan hilang jika pada bagian kulit yang terkena rau itu dikotori. Maka, tanpa berpikir panjang, nenek mengambil lumpur dari comberan (bahasa setempat : ae’ inciringan) dan membedaki mukaku dengan “bedak alami” itu. Apa boleh buat, inilah ikhtiar yang mampu dilakukan demi cucu kesanyangannya. Setelah dipoleskan tipis-tipis Lumpur itu, nenek tutup mukaku dengan daun talas (keladi) sambil dibacakan sholawat kepada Nabi Muhammad Saw, sekitar beberapa menit kemudian dibuka dan lumpur itu dibersihkan dari mukaku dengan sabun. Hari demi hari Ibu dan nenekku bersabar membedakiku dengan lumpur itu , tidak ada lagi rasa jijik saat memegang dan melumuri lumpur yang becek, beraroma khas, berair dan hitam pekat itu dan mereka bersabar pula menunggu hasilnya.Selang beberapa minggu kemudian, ternyata keyakinan yang disertai ikhtiar dan kasih sayang terbukti. Warna kulit mukaku tampak kelihatan, nenekku bertambah yakin bahwa lumpur tersebut yang disertai doa sholawat seakan mengikis secara perlahan rau yang berwarna hitam itu. Ibuku menuruti keinginan nenek agar teruslah membedaki cucu lelakinya dengan lumpur sampai warna hitam itu benar-benar lenyap.
Dengan kekuasaan dan kehendak Alloh Swt. akhirnya mukaku bersih berseri. Ibu, nenek, dan ayahku sangat gembira dan bersyukur atas pertolongan-Nya.
________________
Baca kisahku selengkapnya di sini klik Namaku Satria dan Bermain Sambil Belajar (Masa Kanak-Kanak)


0 comments:
Post a Comment