Berbagi Inspirasi Hidupku

Memahami bahasa alam dan kehidupan

Saturday 3 January 2009

Krisis Global Melanda, Motivasi Bangsa Untuk Bangkit

-->
Di tengah kesulitan zaman seperti ini bangsa Indonesia masih punya harga diri di mata dunia. Sedikit kilas balik perjalanan bangsa ini di sepanjang tahun 2008 dalam membangun citra positif bangsa. Indonesia menjadikan tahun 2008 sebagai tahun kunjungan wisata melalui program Visit Indonesia Year 2008. Berbagai obyek wisata nusantara dikunjungi para wisatawan mancanegara. Berbagai event Olahraga internasional dilakukan salah satunya kejuaraan olahraga pantai Asia atau Asian Beach Games (ABG) di Bali tempo lalu memberikan pengaruh positif terhadap dunia pariwisata Indonesia (koni.or.id). Bangsa ini pula telah membuktikan peranannya bagi kemaslahatan dan perdamaian dunia internasional. Indonesia dipercaya menjadi anggota tidak tetap dewan keamanan PBB periode 2007-2008. Kepedulian terhadap bangsa lain telah tercantum dalam pembukaan UUD 1945 bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa. Baru -baru ini (Pontianak Post, edisi 30 Desember 2008) Indonesia resmi menyatakan sikap mengecam dan mengutuk keras agresi militer Israel terhadap Palestina. Negara kita juga akan memberikan bantuan tunai senilai 1 juta dolar AS di luar obat-obatan yang dikirim ke wilayah konflik (indonesia.go.id). Sebab Indonesia mengerti betapa sengsara ketika menjadi bangsa yang dijajah.
Namun, segelintir masyarakat kita tak mau tahu betapa penting menjaga nama baik bangsanya sendiri. Apakah kita mau menerima jika bangsa ini dianggap bermental rendah hanya karena ulah dan kepentingan oknum tertentu, tentu tidak bukan?.
Berbagai kasus kriminal terjadi di negeri ini. Seperti korupsi, sindikat narkoba, free sex, penganiayaan, pembunuhan dan lain-lain. Itu semua umumnya disebabkan berbagai kebutuhan yang tidak terpenuhi. Namun, mereka salah mengambil langkah dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Diantara mereka banyak yang tahu bahwa perbuatan itu salah. Tapi mereka tidak peduli dengan itu semua. Bagi mereka yang penting kebutuhan mereka dapat terpuaskan. Apakah mentalitas seperti ini yang mampu membangun bangsanya untuk bangkit dari keterpurukan ?.
Mari kita berkaca apakah bangsa ini masih menunjukkan kewibawaannya sebagai bangsa yang ramah, religius, bermoral, berjiwa nasionalis serta sifat dan sikap lainnya yang mencerminkan jati diri bangsa Indonesia.
Mentalitas Mandiri
Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa bermartabat di mata dunia. Bangsa yang menyatakan kemerdekaan dengan usaha dan perjuangan diri bukan pemberian dari bangsa lain. Bangsa yang mampu berdiri sendiri dengan semangat dan kemampuan pemimpin serta rakyatnya. Melihat kenyataan sekarang, masih terjagakah citra bangsa tersebut?.
Indonesia merupakan salah satu negara yang masih tergantung pada perekonomian Amerika. Betapa tidak Amerika sebagai negara super power itu ternyata sedang mengalami krisis ekonomi. Hal ini berimbas pada perekonomian negara-negara yang menjadi mitranya.
Padahal kekayaan sumber daya alam sangat melimpah, keanekaragaman kebudayaan serta tenaga ahli yang pintar dibidangnya masih bisa diandalkan dan itu menjadi aset terpenting negara ini. Namun, berapa banyak kerugian negara akibat ulah tangan-tangan yang penuh dengan egoisme kepentingan. Tanpa rasa malu dan bersalah aset negara mereka jual ke pihak asing dengan ‘harga penghianatan terhadap bangsa sendiri’.
Menjalin hubungan baik antar negara itu penting dilakukan demi terwujudnya keharmonisan dunia. Tapi tidak berarti mengkaburkan jati diri negara sendiri sebagai bangsa yang mandiri dalam arti mampu mengatasi krisis internal negara.
Pada tataran kehidupan di masyarakat kita, realitas yang terjadi adalah wajah kemiskinan bangsa ini. Di sudut-sudut kota masih dihiasi para pengemis, pengamen, anak-anak jalanan dan lain-lain. Begitu pula di pelosok desa, masih banyak masyarakat yang tidak tersentuh oleh kemajuan zaman apalagi program pemerintah seperti pendidikan, kesehatan, sarana transportasi dan komunikasi serta hal lainnya.
Hal itu menunjukan bahwa ‘mentalitas bangsa terjajah’ seperti itu perlu dirubah menuju mentalitas bangsa yang merdeka. Dengan kata lain kemandirian dalam menentukan sikap dan kebijakan.
Moralitas Bangsa
Moralitas adalah sopan santun, segala sesuatu yang berhubungan dengan etiket atau sopan santun. Moralitas dapat berasal dari sumber tradisi atau adat, agama atau sebuah ideologi atau gabungan dari beberapa sumber (ilkom.unsri.ac.id). Para pendahulu kita memahami bahwa hal utama dalam membangun bangsa ini sebagai bangsa yang bermartabat bukan terletak pada kekuatan karismatik pemimpinnya. Namun, diperlukan ideologi negara yang mengandung nilai-nilai luhur suatu bangsa. Pancasila merupakan hasil rumusan para pemimpin bangsa yang peduli terhadap masa depan bangsa ini.
Semua hafal dan mengerti isi kelima sila dari Pancasila. Tapi, perlukah diulas dan ditelaah kembali pesan yang terkandung di dalamnya, mengingat kondisi dan situasi moralitas bangsa kita yang kian hari semakin bobrok?. Kita lihat generasi muda bangsa ini sebagian besar asyik dengan life style amoral ala Barat seperti pesta miras, narkoba, seks bebas, penganiayaan, tawuran dan lainnya. Generasi tua juga tidak ketinggalan, oknum dari para pejabat negara yang korupsi, selingkuh dan perilaku lain yang tidak pantas ditiru. Di tambah lagi dunia media seakan menjadi pisau bermata dua, seperti internet, perfilman dan pertelevisian. Di sisi lain menjadi sarana komunikasi dan informasi, sedangkan di sisi lainnya masih sarat dengan tayangan seksualitas, mistis dan kekerasan.
Adapun pesan utama pada sila pertama Pancasila adalah bangsa ini bangsa yang religius. Religius dalam arti mampu mengimplementasikan nilai-nilai keyakinan kepada Tuhan di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sila lainnya adalah sila kedua, menyatakan bahwa bangsa ini mesti memiliki kesadaran sebagai makhluk Tuhan yang sempurna, yakni manusia. Potensi akal manusia membuat ia mampu untuk bersikap adil dan beretika terhadap sesama.
Masihkah ada harapan bangsa ini untuk bertahan akibat gerusan arus global dari berbagai arah?. Satu diantaranya yang sangat cepat mempengaruhi pola pikir bangsa ini adalah melalui benturan kultur atau budaya. Kita mengenal istilah materialisme, hedonisme, kapitalisme dan lain sebagainya telah bersarang di dalam pemikiran sebagian masyarakat dan itu merupakan perwujudan dari kuatnya pengaruh imperialisme global.
Bermoral tidaknya suatu bangsa sangat ditentukan pada aspek pembangunan dan pembinaan spiritual masyarakat. Beragam aktivitas keagamaan dan ibadah ritual dilakukan para pemeluk agama masing-masing. Jika ibadah-ibadah tersebut dilakukan dengan ikhlas dan dapat dimaknai dalam kehidupan antarumat beragama dan masyarakat maka moralitas bangsa akan terjaga.
Kesadaran terhadap Hukum
Di zaman multi krisis ini umumnya masyarakat sering mengeluh jika kebutuhan hidup tidak segera terpenuhi. Di antara mereka memilih jalan pintas dan cara tercepat meraih keuntungan sehingga kebutuhan hidup dapat terpenuhi bahkan lebih. Padahal masih banyak cara lain yang lebih baik. Sebagian kita beranggapan bahwa untuk melalui jalan baik dan benar perlu kerja lebih keras dan memakan waktu lama untuk mengenyam hasilnya. Benarkah selalu demikian?, anggapan itu akan terbantah ketika mendengar kisah mereka yang sukses dengan cara benar dan cerdas. Ketaatan pada hukum tidak mengurangi semangat mereka dalam berusaha. Mereka tetap kreatif, inovatif dan dinamis dalam berpikir dan berkarya guna menemukan solusi terbaik terhadap problema pemenuhan kebutuhan hidup. Berbeda bagi mereka yang bermental egois, pesimis dan pemalas pasti mengarah kepada keuntungan lebih tanpa harus bersusah payah.
Jika anda masih merasa punya nurani untuk membangun bangsa ini berikanlah yang terbaik kepada masyarakat. Berkaryalah sebebas anda, tapi ingat kita hidup bermasyarakat punya batasan dan kode etik yang wajib ditaati.
Melihat geliat oknum yang bermental acuh tak acuh terhadap nasib bangsanya tersebut diantara kita ada yang tambah pesimis untuk tetap berada pada koridor taat aturan. Namun sebagian kita ada pula yang semakin optimis berusaha dan komitmen menjadi warga negara yang baik.
Kurangnya kesadaran terhadap hukum dan kurang tegasnya penegakan hukum menjadikan masyarakat terbiasa untuk melanggar hukum itu sendiri. Kita ambil contoh kecil dalam kehidupan sehari-hari, berapa banyak orang yang masih taat pada peraturan lalu lintas?. Misalnya rambu Traffic Light. Saat lampu merah menyala, seharusnya pengguna jalan yang menggunakan kendaraan mesti berhenti. Namun, yang terjadi sebagian mereka tidak sabar menunggu sampai lampu hijau menyala. Belum lagi aksi kebut-kebutan di jalan raya yang dapat meresahkan pengguna jalan lainnya dan beragam pelanggaran lalu lintas lainnya. Tak jarang terjadi kecelakaan lalu lintas akibat kecerobohan sebagian pengguna jalan.
Jika hal terkecil seperti itu saja belum bisa ditaati bagaimana dengan hal besar lainnya baik berupa peraturan daerah, maupun perundangan negara. Seperti kasus maraknya pornografi dan pornoaksi di berbagai media belum lama ini, langkah yang diambil pemerintah kita adalah dengan disahkannya Undang-Undang Pornografi itupun setelah adanya desakan pro dan kontra dari berbagai elemen masyarakat. Bagaimana dengan pelaksanaannya?, semoga supremasi hukum tak sebatas di atas kertas.
Kecintaan terhadap Lingkungan
Lingkungan sebagai tempat tinggal menjadi cermin dari kehidupan masyarakat setempat. Jika lingkungan kumuh dan kotor dapat diketahui masyarakat tersebut terbiasa membuang limbah sembarang tempat atau membiarkan sampah berserakan di sekitar rumah-rumah mereka. Begitu pula apabila masyarakat sadar pentingnya menjaga kebersihan lingkungan maka lingkungan sekitar akan bersih dan asri serta sehat untuk didiami.
Saat musim penghujan tiba di beberapa daerah kita sering terjadi banjir dan longsor. Musibah tahunan tersebut terus berlanjut seakan-akan tidak ada penanganan khusus dan solusi tepat. Padahal kita tahu banjir dan longsor sebagian besar diakibatkan tersumbatnya saluran air oleh limbah, penebangan hutan secara ilegal, dan bentuk eksploitasi alam lainnya.
Untuk mengubah kebiasaan masyarakat kita yang belum perhatian terhadap lingkungannya tidak semudah melempar biji ke tanah lalu tumbuh dengan sendirinya. Tapi, layaknya kita menanam bibit butuh kesabaran dalam merawat dan menjadikannya pohon subur yang menghasilkan buah. Begitu pula untuk mengubah kebiasaan tersebut diperlukan proses pembinaan dan aksi peduli lingkungan lainnya.
Pada tahun 2008 kita baru mengetahui bahwa seluruh dunia merasakan dampak dari pemanasan global (global warming). Berbagai pihak baik dari pemerintah, aktivis lingkungan dari berbagai belahan dunia berduyun-duyun turun aksi selamatkan bumi. Apakah kita menunggu kehancuran dunia ini barulah menyadari betapa bodohnya diri ini karena tidak mencintai dan melestarikan alam yang dianugerahi Tuhan.
Nasionalisme Berbangsa
Bicara soal nasionalisme tak jauh dari semangat persatuan dan kesatuan bangsa ini. Menurut Hassan Shadily dalam Ensiklopedi Indonesia (1992: 2338), nasionalisme adalah sikap politik dan sosial dari kelompok-kelompok suatu bangsa yang mempunyai kesamaan kebudayaan, bahasa, wilayah, cita-cita dan tujuan sehingga ada kesetiaan mendalam terhadap bangsanya. Sebelum naskah proklamasi berkumandang, bangsa ini memiliki kesatuan jiwa untuk membela tanah air. Terbukti berjuta jiwa telah rela gugur berjuang demi sang saka merah putih berkibar di bumi pertiwi.
Lantas, di tahun ini akankah kita kembali menoreh sejarah gemilang untuk mengembalikan semangat nasionalisme pada pemilu 2009, atau malah melupakan dan mengabaikan tugas dan tanggungjawab besar bangsa ini untuk tetap bersatu di bawah naungan negara Republik Indonesia.
Kita boleh berbeda nama, warna dan lambang karena dengan itu identitas masing-masing dapat dikenal. Namun, perbedaan itu bukan untuk dibeda-bedakan atau saling menjatuhkan. Perbedaan pasti menimbulkan konflik atau ketidaksamaan pendapat. Rusmin Tumanggor, Jaenal Aripin dan Imam Soeyoeti dari Departemen Sosial RI telah melakukan penelitian tentang konflik yang terjadi di negara ini, mereka menyimpulkan bahwa konflik yang terjadi berwujud wilayah rusuh di Indonesia merupakan akumulasi dari kerapuhan persatuan dan kesatuan warga masyarakat heterogen dalam satuan-satuan wilayah kebudayaan dengan kepentingan konspirasi kelompok-kelompok tertentu di dalam negeri serta pihak asing. Kepentingan itu dilaterbelakangi tujuan politik, ekonomi dan agama (mirror.depsos.go.id). Hal itu biasa terjadi di dalam kehidupan kita apalagi dalam berbangsa dan bernegara. Konflik tersebut jika dapat dipahami sebagai salah satu proses dinamika dalam menjalin keharmonisan antar pihak maka konflik tidak akan sampai pada aksi anarkis atau kekerasan yang merusak dan mengotori suasana perpolitikan di negeri ini.
Jika pemilu di tahun ini masih diwarnai konflik yang berujung pada kerusuhan dan kekerasan antar pihak maka bangsa ini terus-menerus gagal menganut sistem demokrasi. Dan jika demikian, nyatalah sudah bahwa calon-calon pemimpin dari pihak yang bertikai itu belum layak memimpin bangsa yang besar. Sebab bangsa yang besar mesti dipimpin oleh pemimpin yang berjiwa besar. Yaitu sosok pemimpin yang memiliki kedewasaan bersikap serta pengabdian pada negara di atas kepentingan pribadi dan kelompok. Djajendra, seorang trainer SDM Indonesia berkata, “Pemimpin yang beretika positif tidak akan pernah punya niat untuk menyingkirkan bakat-bakat hebat yang menjanjikan masa depan cerah” (ninecorporatetrainer.com). Secara kontekstual, pemimpin yang beretika positif dimaksudkan sebagai sosok yang memiliki kepedulian untuk menjaga martabat serta kemajuan masa depan bangsanya. Mari bersama selamatkan masa depan bangsa Indonesia dari keterpurukan, terbebas dari intervensi dan belenggu negara asing serta diakui kembali oleh dunia sebagai bangsa yang bermartabat.
Dengan demikian meski krisis ekonomi global melanda Indonesia dan negara-negara di dunia, sebagai bangsa yang bermartabat tidak akan takluk begitu saja atau “mengemis ke negara lain”. Saatnya kita bangkit dan bersatu dalam berkarya menyelamatkan bangsa tercinta dari segala macam krisis. Tidak sebatas mengatasi krisis finansial, namun juga krisis kepemimpinan, krisis kepercayaan, krisis kreatifitas, krisis spiritualitas dan moralitas dan lainnya yang membuat bangsa ini terus ‘tertidur dan tertidur’.

0 comments:

Crocodile Print Pointer