Berbagi Inspirasi Hidupku

Memahami bahasa alam dan kehidupan

Sunday 25 March 2012

Menikmati Hidup


29 Juli 2010 pukul 11:49

Beragam definisi, persepsi, asumsi, paradigma orang jika ditanya tentang kenikmatan. Meskipun ini bukanlah hasil penelitian ilmiah, Saya hanya ingin bertukar pikiran dengan anda. Karena saya dan anda juga memiliki keinginan untuk menikmati hidup ini. Bagaimana cara anda, bagaimana cara saya menikmati hidup ?....sesaat lagi kita akan memasuki alam ide, merasakan keberadaan diri di saat-saat terakhir dapat menikmati hidup ini. Dalam hal ini terlepas berapa kali kenikmatan itu kita rasakan.

Bicara soal kenikmatan, terlepas dari bahasan teoritis, menurut anda apa itu “nikmat” ?...asumsi saya beberapa di antara kita mungkin mengatakan “nikmat itu lezat”, nikmat itu merasa ketagihan akan sesuatu, perasaan mendalam dan bahagia, sesuatu yg dirasakan sesuai dengan hati, sesuai dengan keinginan dan lain-lain. Benarkan “nikmat” itu hanya sebatas merasakan sesuatu yang menyenangkan diri ?...memuaskan keinginan ?...Kalau begitu, “nikmat” hanya diartikan kesenangan materi semata berupa kenikmatan makan dan minum, hubungan seksual, kesehatan tubuh, punya harta kekayaan yang berlimpah, kedudukan yang tinggi, pendidikan yang tinggi & ber-titel, punya perusahaan dan sebagainya.

Hemat saya, nikmat seolah sebatas di ujung lidah, setelah dirasakan hilang begitu saja. Nikmat bisa juga diartikan kepuasan rohani dan jasmani saat kita merasa senang. Apabila kita merasa jenuh akan nikmat itu sendiri, maka akan timbul sifat-sifat buruk atau kecenderungan ke arah negatif. Nikmat yang hakiki adalah kita selalu menjalani hidup ini seperti air mengalir tanpa adanya beban. Buatlah kebahagiaan jiwa sebagai kunci dari segala kenikmatan hidup.

Bagaimana dengan anda, apakah nikmat itu ?...mungkin anda punya definisi berbeda, atau lebih baik susunan kata dan kalimatnya untuk bertukar pikiran seputar “nikmat”.

Baik, kita bisa saja berdiskusi, berdialog, bahkan berdebat soal definisi “nikmat”. Namun, apakah dengan cara itu kita bisa me-nikmati bahasan yang ‘renyah’ ini.

Ada yang menikmati hidup dengan bekerja, berbisnis, berpolitik, sibuk dalam urusan karier. Ada yang merasakan kenikmatan hidup ini disaat-saat terindah pernikahan, berbulan madu, berkasih sayang dalam hubungan halal suami dan istri, membina keluarga dalam kebaikan, berbagi kasih dan sayang dengan sanak famili. Ada pula menikmati kehidupan ini dengan beribadah, merenungi alam semesta, menjadi penulis, berpidato dan ceramah keagamaan atau spiritual. Menikmati sisa-sisa usia dengan perenungan mendalam tentang makna kehidupan. Ia aktif di bidang sosial dan kemanusiaan. Seperti menyantuni fakir miskin, orang-orang terlantar, anak yatim piatu, dan sebagainya.

Anda boleh menambahkan sesuai dengan pemahaman dan pengalaman anda dalam menikmati hidup ini.

Namun sayang, umumnya sebagian kita salah kaprah dalam menikmati dan memahami kenikmatan hidup. Kehidupan ini hanya dinikmati secara materi. Di awal sudah kita ‘cicipi’ bahwa kenikmatan materi (kebendaan) hanyalah sesaat, bersifat sementara, terbatas dengan dimensi ruang dan waktu. Bahkan jika terlampau berlebihan menikmatinya dapat merusak diri.

Hal ini dapat kita jawab, apa yang terjadi ketika anda makan dan minum secara berlebihan ?...padahal itu nikmat.

Bagaimana halnya jika anda memuaskan nafsu seks anda secara bebas (free sex), gonta-ganti pasangan ?...apakah anda sanggup menanggung segala resiko terutama penyakit kelamin (aspek biologis) dan kelainan seksual atau hiperseks dan lain-lain (aspek psikologis), serta menyangkut harga diri anda di mata manusia lain ?...

Siapapun umumnya pasti bangga punya banyak uang dan harta kekayaan berlimpah, tapi apakah anda tetap membanggakan diri dengan apa yang diperoleh itu ternyata hasil dari korupsi, tipu muslihat dan kejahatan anda ?...

Setiap orang ingin dihargai dan dihormati, apakah anda yakin akan masih dihormati, disegani ketika anda menyakiti, meremehkan, menjatuhkan bahkan menginjak-injak orang lain ?...., mungkin saja sebagian orang menganggapnya itu nikmat. “Menikmati hidup” di atas penderitaan orang lain. ‘Gelar’ apakah yang layak kita sandangkan untuk orang semacam ini ?....Apakah ia masih dapat menegakkan kepala jika apa-apa yang ia banggakan selama ini telah sirna akibat “kepintarannya” dalam menikmati hidup semasa jaya ?...

Setujukah anda, ketika bicara soal kenikmatan hidup tidak terlepas dari apa saja yang dimiliki dan dibanggakan keberadaannya. Punya uang banyak itu nikmat, dengan itu anda bisa menghabiskannya dengan memenuhi segala kebutuhan dan keinginan. Punya rumah mewah dan harta berlimpah, dengan itu anda dikanal orang terkaya dan disegani banyak orang miskin. Punya jabatan di dunia politik dan pemerintahan, dengan itu anda dihormati rakyat. Punya bisnis dengan usaha yang berkelas, dengan itu anda dapat bersaing dengan pengusaha lainnya.

Anda boleh tidak setuju dengan itu semua. Sebab, fakta yang terjadi ternyata tidaklah selalu demikian. Kita bisa saja punya banyak uang, tapi belum tentu segala keinginan dapat terpuaskan. Berapa banyak orang yang stres gara-gara mencari kenikmatan hidup dengan uang. Ia harus membeli rumah mewah lengkap dengan perabot harta senilai sekian juta/miliaran, ada yang memaksakan diri membeli perabotan mewah dengan kredit padahal belum tentu ia mampu untuk melunasinya. Dalam kasus ini kenikmatan hidup hanyalah semu.

Begitupula sebagian orang yang punya jabatan penting di dunia politik dan pemerintahan, bagaimana ia dapat membela kepentingan dan kesejahteraan rakyat yang dipimpinnya sedangkan ia lebih mendahulukan “kepentingan dan kesejahteraan” dirinya sendiri. Amanah rakyat dimakan sendiri. Apakah ia masih dapat menikmati hidup ketika jiwanya terus dihantui perasaan berdosa “menikmati” uang yang bukan haknya ?...masihkah layak ia dipilih sebagai wakil rakyat yang disegani ?...

Tak jauh berbeda dengan segelintir para pebisnis atau pengusaha dengan pribadi entrepreneurship dalam genggaman. Belum tentu semuanya dapat bersaing secara sehat demi meraup keuntungan finansial. Berbagai cara dilakukan, bahkan menjatuhkan rival bisnis sampai membuat bangkrut pebisnis lain. Anehnya, hal ini seolah menjadi “kenikmatan” tersendiri.

Apapun yang anda rasakan bahwa hidup ini terasa nikmat, itu kembali pada diri anda sendiri dalam menikmati atau tidak segala fenomena kehidupan yang selama ini anda jalani. Kuncinya ada pada diri Anda.

Hemat saya, semua orang dapat menikmati hidupnya masing-masing. Tapi hidup tidak cukup dinikmati dari kenikmatan materi semata. Dan bukanlah pilihan hidup terbaik jika “menikmati” hidup di atas beban penderitaan orang lain. Sebab, masih ada kenikmatan sejati, kenikmatan yang dapat mengantarkan manusia pada kebahagiaan hidup di dunia hingga akhirat, yakni berjumpa dengan Tuhan Yang menciptakan segala kenikmatan hidup kita.

(Renungan inspirasi hidupku, buat anda penikmat hidup & kehidupan, Juli 2010)

0 comments:

Crocodile Print Pointer