Lilin adalah satu di antara produk minyak bumi. Biasa dipasang ketika listrik padam. Atau sengaja memasang lilin di meja makan agar terkesan romantis bagi dua sejoli atau keluarga di rumah. Atau umumnya digunakan untuk upacara atau perayaan agama dan kepercayaan tertentu.
Ibarat Lilin meleleh
Sahabat pasti tau, bagaimana cara
kerja lilin sehingga bisa tetap hidup dan menerangi ruangan kita ?...Ya…benar.
sistem pembakaran sumbu dan lilin. Sumbu yang terbalut dalam balutan lilin
dibakar lalu api itu memanasi lilin, saat itu juga lilin menjadi bahan
pembakar, namun lilin meleleh hingga habis. Kemudian api pun padam.
Apa hubungannya dengan kehidupan?..
Lilin bukan sekedar alat penerang
sementara. Namun lilin itu adalah simbol sebuah kehidupan. Ada beragam versi
dalam memaknai symbol lilin ini.
Filosofis Lilin
Versi pertama, Lilin itu ibarat batas usia kehidupan di dunia.
Selama “sang lilin” hidup menerangi ruang dan waktu, selama itulah batas
hidupnya. “Sang lilin” dimaksudkan sebagai cahaya kehidupan yang kita peroleh
di dunia. Jadi sifatnya sementara. Cahaya itu adalah hasil kerja keras kita
membakar usia dan masa hidup tapi sayang ia hanya menghabiskan waktunya untuk
mencari kehidupan yang sifatnya sementara yakni kehidupan dunia.
Versi kedua, Lilin itu bisa jadi seperti sifat manusia yang suka
mengalah & bermental lemah. Jangan sampai seperti lilin yang meleleh,
membakar diri dengan sia-sia untuk menerangi orang lain disekitarnya. Ia
mengorbankan dirinya demi orang lain. Sepintas itu sangat terpuji. Tapi jika
orang lain lebih diutamakan ketimbang dirinya, sama saja ia membakar diri
sendiri, menganiaya diri sendiri. Orang lain asyik dan merasa nyaman dengan
keberadaan (eksistensi) dirinya yang jenius, pintar dan brilian. Namun sayang,
ia diperalat, diperbudak, dimanfaatkan bahkan dicuri ilmunya oleh orang lain,
ia tertipu dengan sanjungan dan pujian orang lain. Ia tidak sedikitpun
mendapatkan keuntungan dari jerih payahnya, pengorbanan dirinya. Hanya
kelelahan, kesengsaraan dan kehancuran dirinya yang ia peroleh.
Kalau begitu kita mesti jadi
apa?...
Jadilah Lentera Hidup
Jadi seperti lentera, yaaah…sama
aja dengan lilin. Tetap aja pakai bahan bakar minyak. Lentera yang dimaksudkan
disini bukan lentera berbahan bakar minyak. Tapi lentera hidup yang terus
hidup. “Mana ada yang begitu”. Jika berpikir dengan logika memang itu jawaban
yang terlintas dibenak ini. Namun ketika mencoba menyelami alam metafisika maka
makna dan substansi yang didapat. Bukankah itu yang terpenting dari sebuah
simbol kehidupan?... “Lentera” ini hanyalah istilah konotatif bukan denotatif.
Kita mesti menjadi “lentera” kehidupan dan menjaga diri agar tetap bercahaya
dengan “bahan bakar” kecerdasan ilmu, keimanan & keikhlasan berbuat untuk
Tuhan semata. Niscaya, “lentera” akan hidup selamanya, meski dunia ini telah
redup dan mati.
“Pemulung Inspirasi”
0 comments:
Post a Comment